Rabu, 14 Desember 2016

PENENTUAN COLE (Coefficient Of Linier Extensibility)



A.  JUDUL
PENENTUAN COLE (Coefficient Of Linier Extensibility)

B.  TUJUAN
1.      Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari cole
2.      Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari mineral montmorillonot
3.      Mahasiswa dapat menjelaskan cara menentukan nilai cole
4.      Mahasiswa dapat menghitung besarnya nilai cole tiap jenis tanah yang diteliti

C.  ALAT DAN BAHAN
Alat :
1.      Alat suntik bekas berupa pipa plastik
2.      Timbangan analisis digital
3.      Jangka sorong
4.      Penggaris
5.      Botol pemancar air
6.      Sendok
7.      Cawan porselein dan penumbuk
8.      Cawan sampel
9.      Oven
10.  Eksikator
11.  Gelas ukur
12.  Ayakan 0,6mm
13.  Alat tulis

Bahan :
1.      Kertas folio
2.      Cover praktikum
3.      Label
4.      Sampel tanah
5.      air

D.  DASAR TEORI
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan. 
Beberapa pengertian tanah menurut pendapat  para ahli adalah sebagai berikut :
1.    J.J. Berzelius (Swedia, 1803). Tanah adalah sebagai laboratorium kimia tempat proses dekomposisi dan reaksi kimia yang berlangsung secara tersembunyi.
2.    Justus Von Liebig (Jerman, 1840), mengajukan teori keseimbangan hara tanaman (theory balanchesheet of plan naturation) , yang menganggap tanah sebagai tabung reaksi dimana dapat diketahui jumlah dan jenis hara tanamannya.
3.    Friedrich Fallou (1855). Tanah dianggap sebagai hasil pelapukan oleh waktu yang menggerogoti batuan keras dan lambat laun mengadakan dekomposisi.
4.    Dokuchaiev (Rusia, 1877), pengertian tanah harus dihubungkan dengan iklim dan dapat digambarkan sebagai zone-zone geografi yang luas, yang dalam skala peta dunia tidak hanya dihubungkan dengan iklim, tetapi juga dengan lingkungan tumbuhan.

Beberapa tanah mempunyai sifat mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering). Akibatnya pada musim panas (kondisi kering) tanah menjadi pecah-pecahkarena menkerut. Sifat mengembang dan ngerut tanah disebabkan oleh adanya kandungan mineral lempung montmorillonit yang tinggi. Besarnya nilai COLE (Coefficient Of Linier Extensibility) atau PVC (Potential Volume Change=Swell index=indeks pengembangan). Istilah COLE banyak dikembagkan dalam bidang  ilmu tanah, sedangkan PVC banyak digunakan dalam bidang engineering (pembuatan jalan, gedung dan lainnya).
Mineral liat montmorillonit dimana masing-masing unit dihubungkan dengan unit lain oleh ikatan yang lemah (oksigen ke oksigen) sehingga mudah mengembang bila basah dan menkerut bila kering. Hal ini karena air (kation-kation) masuk pada ruang-ruang antar unit tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kerut tanah adalah sebagai berikut :
  1. Jenis tanahnya termasuk dalam golongan tanah ringan atau tanah berat. Apabila termasuk dalam golongan tanah berat maka, maka nilai derajat kerut tanah akan semakin besar apabila semakin ringan, maka nilai derajat kerutnya kecil.
  2. Kandungan bahan organik tanah. Apabila kandungan bahan orgaaniknya tinggi, maka nilai derajat kerut tanah akan semakin kecil, jika kandungan bahan organiknya rendah, maka nilai derajat kerut tanah lebih besar.
  3. Kandungan bahan anorganik tanah. Tanah yang terdiri dari banyak bahan anorganik, maka nilai derajat kerut tanahnya semakin tinggi karena tanah memiliki daya adsorbsi yang tinggi terhadap air, tetapi aerasinya buruk.
Tabel klasifikasi COLE(Coefficient Of Linier Extensibility)
Kelas Klasifikasi
Nilai
Rendah
< 0,03
Sedang
0,0 3- 0,06
Tinggi
.> 0,06 - 0,09
Sangat Tinggi
> 0,09

Rumus (Coefficient Of Linier Extensibility) :
Cole =LM/LD – 1
Keterangan:     LM=panjang sampel pasta tanah lembab (cm)
                        LD= panjang sampel pasta tanah kering mutlak/oven (cm)

E.   LANGKAH KERJA
1.      Mahasiswa menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum geografi tanah.
2.      Mahasiswa mendengarkan penjelasan dari dosen atau asisten praktikum geografi tanah.
3.  Mahasiswa mencatat hal-hal penting penjelasan dari dosen atau asisten praktikum geografi tanah.
4.  Mahasiswa mengambil sampel tanah yang berasal dari desa Samirejo, kecamatan Dawe, kabupaten Kudus.
5. Mahasiswa menumbuk sampel tanah kering dengan menggunakan cawan poeselin dan penumbuk.
6.      Mahasiswa mengayak tanah dengan menggunakan ayakan 0,6mm.
7.     Mahasiswa membuat sampel pasta tanah basah dengan mencampurkan 5 sendok tanah dan 7 sendok air kemudian diaduk.
8.      Mahasiswa memasukkan pasta tanah kedalam botol pemancar sambil dipapatkan.
9.      Mahasiswa membuat sampel  pasta tanah kering dengan mencampurkan 5 sendok tanah dan 4 sendok air kemudian diaduk.
10.  Mahasiswa mengulangi langkah pada nomer 4 sampai nomer 9.
11.  Mahasiswa mengukur panjang sampel pasta tanah menggunakan penggaris.
12.  Mahasiswa memasukkan pasta tanah kedalam cawan sampel, kemudian mengovennya dalam waktu 15 menit dan suhu 210oC, lalu memasukkannya kedalam eksikator.
13.  Mahasiswa menganalisis dan membuat kesimpulan dari hasil praktikum.
14.  Mahasiswa mengumpulkan laporan praktikum sesuai waktu yang  telh ditentukan.

F.   PEMBAHASAN
I.     Hasil Pengamatan
a.       Tabel Penentuan Cole
No
Lokasi
kode
LM (cm)
LD (cm)
COLE
Keterangan
1
Ds. Samirejo
01
7
6,7
O,044
Basah
2
Ds. Samirejo
02
7
6,5
0,076
Kering
x
0,06


Keterangan:     LM=panjang sampel pasta tanah lembab (cm)
                     LD= panjang sampel pasta tanah kering mutlak/oven (cm)

b.      Perhitungan Cole
Kode 01
Cole =LM/LD – 1
         =7/6,7 – 1
         =0,044

Kode 02
Cole =LM/LD – 1
         =7/6,5 – 1
         =0,076

X      =(0,044+0,076)/2
         =0,12/2
         =0,06cm (sedang)


II.    Analisis
Pada praktikum kali ini mengenai penetuan COLE atau dapat disebut juga dengan kembang kerut tanah dengan menggunakan sampel tanah dari Desa Samirejo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Dari hasil perhitunga diperoleh nilai COLE sebesar 0,06cm sehingga masuk dalam kriteria sedang.
Jika cole > 0,09cm menunjukkan bahwa kandungan mineral montmorillonitnya tinggi, sedangkan jika cole <0,03cm menunjukkan bahwa kandungan mineral montmorillonitnya rendah. Pada sampel tanah ini diperoleh nilai COLE sebesar 0,06cm yang berarti kandungan mineral montmorillonitnyan sedang.
Tanah dengan COLE yang sedang dapat ditangani atau diolah dengan baik dan tepat sehingga tanah dapat dimanfaatkan dengan baik. Tanaman yang cocok ditanam dengan kandungan COLe sedang antara lain: pohon pisang dan tanaman lain yang tidak terlalu membutuhkan air.
Tanah dengan COLE sedang juga baik digunakan untuk pemukiman, tetapi perlu pondasi yang kuat supaya bisa bertahan lama. Apabila COLEnya tinggi tidak baik untuk pemukiman karena aktivitas kembang kerut tanah terlalu tinggi, bila musim kering tanah akan mengkerut hingga pecah-pecah dan pada musim hujan atau basah tanah akan mengembang sehinga menjadi becek dan biasanya tanah tersebut lengket dan kemungkinan bisa menyebabkan tanah longsor.

G.  KESIMPULAN
Tanah adalah tubuh alam gembur yang menyelimuti sebagian besar permukaan bumi dan mempunyai sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi serta morfologi yang khas sebagai akibat dari serangkaian panjang berbagai proses yang membentuknya.
Beberapa tanah mempunyai sifat mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering). Akibatnya pada musim panas (kondisi kering) tanah menjadi pecah-pecahkarena menkerut. Sifat mengembang dan ngerut tanah disebabkan oleh adanya kandungan mineral lempung montmorillonit yang tinggi. Besarnya nilai COLE (Coefficient Of Linier Extensibility) atau PVC (Potential Volume Change=Swell index=indeks pengembangan). Istilah COLE banyak dikembagkan dalam bidang  ilmu tanah, sedangkan PVC banyak digunakan dalam bidang engineering (pembuatan jalan, gedung dan lainnya).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kerut tanah adalah sebagai berikut : jenis tanah, kandungan bahan organik tanah, kandungan bahan anorganik tanah.
Dari hasil perhitunga diperoleh nilai COLE sebesar 0,06cm sehingga masuk dalam kriteria sedang. Jika cole > 0,09cm menunjukkan bahwa kandungan mineral montmorillonitnya tinggi, sedangkan jika cole <0,03cm menunjukkan bahwa kandungan mineral montmorillonitnya rendah. Pada sampel tanah ini diperoleh nilai COLE sebesar 0,06cm yang berarti kandungan mineral montmorillonitnyan sedang.
Tanah dengan COLE yang sedang dapat ditangani atau diolah dengan baik dan tepat sehingga tanah dapat dimanfaatkan dengan baik. Tanaman yang cocok ditanam dengan kandungan COLe sedang antara lain: pohon pisang dan tanaman lain yang tidak terlalu membutuhkan air.

DAFTAR PUSTAKA

Hartono.2007. Jelajah Bumi dan Alam Semesta.Bandung:Citra Praya.

Sartohadi, junun dkk.2012.Pengantar Geografi Tanah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Sutanta, Rachman.2015.Dasar-Dasar Ilmu Tanah konsep dan kenyataan. Yogyakarta:Kanisius.

Http://redo21.blogspot.co.id/2013/01/v-behaviouridefault html?m=1
(diunduh pada tanggal 16 mei 2016, pukul 16.16 WIB)

(diunduh pada tanggal 16 mei 2016, pukul 16.48 WIB)





Selasa, 10 Desember 2013

Kampung Pulo Jawa Barat

perbesar...
Kecamatan : Leles
 
Kampung pulo merupakan suatu perkampungan yang terdapat di dalam pulau di tengah kawasan Situ Cangkuang. Kampung Pulo ini sendiri terletak di Desa Cangkuang, Kampung Cijakar, kecamatan Leles, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat.
Adapun batas administrasi dari Kampung Pulo adalah sebagai berikut:
Utara : desa Neglasari kecamatan Kadungora
Selatan : desa Margaluyu dan desa Sukarame kecamatan Leles
Timur : desa Karang Anyar dan desa Tambak Sari kecamatan Leuwigoong
Barat : desa Talagasari kecamatan Kadungora dan desa Leles Kecamatan Leles

Menurut cerita rakyat, masyarakat Kampung Pulo dulunya beragama Hindhu, lauli Embah Dalem Muhammad singgah di daerah ini karena ia terpaksa mundur karema mengalami kekalahan pada penyerangan terhadap Belanda. Karena kekalahan ini Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau kembali ke Mataram karena malu dan takut pada Sultan agung. Beliau mulai menyebarkan agama Islam pada masyarakat kampong Pulo. Embah Dalem Arif Muhammad beserta kawan-kawannya menetap di daerah Cangkuang yaitu Kampung Pulo. Sampai beliau wafat dan dimakamkan di kampumg Pulo. Beliau meninggalkan 6 orang anak Wanita dan satu orang pria. Oleh karena itu, dikampung pulo terdapat 6 buah rumah adat yang berjejer saling berhadapan masing- masing 3 buah rumah dikiri dan dikanan ditambah dengan sebuah mesjid. Jumlah dari rumah tersebut tidak boleh ditambah atau dikurangi serta yang berdiam di rumah tersebut tidak boleh lebih dari 6 kepala keluarga. Jika seorang anak sudah dewasa kemudian menikah maka paling lambat 2 minggu setelah itu harus meninggalkan rumah dan harus keluar dari lingkungan keenam rumah tersebut. Walaupun 100 % masyarakat kampong Pulo beragama Islam tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian upacara ritual hindhu.


Keterangan Denah Komplek Rumah Adat Kampung Pulo :
1.     Rumah Kuncen
2.     Rumah Adat
3.     Rumah Adat
4.     Rumah Adat
5.     Rumah Adat
6.     Rumah Adat
7.     Mesjid Kampung Pulo

Dalam adat istiadat Kampung Pulo terdapat beberapa ketentuan yang masih berlaku hingga sekarang yaitu :
  • Dalam berjiarah kemakam-makam harus mematuhi beberapa syarat yaitu berupa bara api, kemenyan, minyak wangi, bunga-bungaan dan serutu. Hal ini dipercaya untuk mendekatkan diri (pejiarah) kepada roh-roh para leluhur.

  • Dilarang berjiarah pada hari rabu, bahkan dulu penduduk sekitar tidak diperkennankan bekerja berat,begitu pula Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau menerima tamu karena hari tersebut digunakan unutk mengajarkan agama. Karena menurut kepercayaan bila masyarakat melanggarnya maka timbul mala petaka bagi masyarakat tersebut.

  • Bentuk atap rumah selamanya harus mamanjang (jolopong)

  • Tidak boleh memukul Goong besar

  • Khusus di kampong pulo tidak boleh memelihara ternak besar berkaki empat seperti kambing, kerbau, sapi dan lain-lain.

  • Setiap tanggal 14 bulan Maullud mereka malaksanakan upacara adapt memandikan benda-benda pusaka seperti keris, batu aji, peluru dari batu yang dianggap bermakna dan mendapat berkah. Yang berhak menguasai rumah- rumah adapt adalah wanitadan diwariskan pula kepada anak perempuannya. Sedangkan bagi anak laki-laki yang sudah menikah harus meninggalkan kampong tersebut setelah 2 minggu.
Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut yang berjarak +-2 km dari kecamatan Leles dan 17 km dari Garut atau 46 km dari Bandung. Kondisi lingkungan di Kawasan ini memiliki kualitas lingkungan yang baik, kebersihan yang cukup terjaga dan juga bentang alam yang baik. Tingkat Visabilitas di kawasan ini digolongkan cukup bebas dengan tingkat kebisingan yang rendah.

Sumber daya listrik untuk keperluan penerangan dikawasan ini berasal dari PLN yang alirannya diambil secara tidak langsung melalui salah satu rumah penduduk di kampong Cangkuang. Sumber air bersih dikawasan ini beraal dari sumur dan air danau dengan kualitas air yang jernih, rasa yang tawar dan bau air yang normal. Berhubung karena tidak boleh adanya bangunan lain yang dibangun di kampung pulo maka di kampong Pulo tersebut tidak terdapat fasilitas Wisata Lainnya.

Selasa, 19 November 2013

Budaya Kampung Pulau



 Upacara Pujawali , dirangkai dengan Tradisi Perang Topat

Wisata Budaya – Upacara Pujawali – Perang Topat – Lombok NTB
Budaya Lombok - Upacara Pujawali, di berbagai tempat lain pelaksanaannya dilakukan sepenuhnya oleh umat Hindu. Namun khusus di Pura Lingsar, upacara pujawali setempat dirangkai dengan tradisi perang topat. Sebuah tradisi yang pelaksanaannya didominasi masyarakat suku Sasak–penduduk asli Lombok, bersama masyarakat dari suku Bali yang telah turun temurun bermukim di Lombok.
upacara pujawali di Lingsar Lombok Upacara Pujawali, dirangkai dengan Tradisi Perang Topat

Perang topat atau ketupat berlangsung bersamaan dengan upacara pujawali. Prosesinya pun tak bisa dipisahkan dari pelaksanaan upacara tahunan itu. Karena itu, hajatan besar ini dipuput Ida Pedanda (Pendeta Hindu). ”Kalau tak ada pujawali, perang topat tak kan dilaksanakan karena perang topat satu rangkaian denganpelaksanaan pujawali. Prosesi ini tak bisa dipisah-pisah,” kata I Gde Mandia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Nusa Tenggara Barat.
Setelah umat Hindu ngaturang bakti dan ngelungsur amertha, prosesi perang topat mulai dilaksanakan, diawali dengan mengelilingkan sarana persembahyangan–purwadaksina. Prosesi ini dilaksanakan di dalam areal Pura Kemaliq. Sebagian besar pesertanya berasal dari suku Sasak. Tokoh-tokoh dari kedua suku–Sasak dan Bali, turut serta dalam prosesi itu.
Mereka mengitari areal dalam Kemaliq. Sekelompok tarian batek baris–tarian khas sebagaimana layaknya prajurit Belanda tempo doeloe lengkap dengan bedilnya juga beraksi selama upacara itu. Ada juga kesenian tradisional gendang beleq.
Purwadaksina dilakukan beberapa kali. Setelah itu, sarana persembahyangan yang dikekelilingkan itu ditaruh pada tempat yang telah disediakan di dalam Pura Kemaliq. Di sini kembali ada prosesi yang dipimpin langsung pemangku dari suku Sasak. Bertepatan dengan roro’ kembang waru (gugurnya bunga pohon waru)–sekitar jam lima sore, perang topat dimulai.
Event Budaya Perang Topat di Lingsar Upacara Pujawali, dirangkai dengan Tradisi Perang Topat
Event Budaya Perang Topat di Lingsar Lombok Upacara Pujawali, dirangkai dengan Tradisi Perang Topat
Sebagaimana perang, peserta pun tampak seperti layaknya berperang. Namun, bukan saling pukul atau saling tusuk. Yang menjadi ”peluru”, juga bukan peluru asli atau pun batu, melainkan ketupat yang sebelumnya menjadi sarana upacara. Ketupat dilemparkan-lemparkan kepada siapa saja. Tak ada yang cedera.
Dengan penuh kegembiraan, peserta upacara terlibat dalam ”peperangan” yang berlangsung beberapa menit itu. Seusai berperang, ketupat yang dijadikan peluru lalu dipungut kembali oleh peserta untuk dibawa pulang. “Ketupat ini diyakini sebagai berkah dan ditebar di sawah-sawah penduduk karena dipercaya dapat menyuburkan tanaman padi
Dalam perang topat, wanita yang sedang haid tak boleh mengikuti. Sehari sebelumnya ada upacara permulaan kerja atau “penaek gawe”. Ada lagi acara “mendak” alias upacara menjemput tamu agung alias roh-roh gaib yang berkuasa di Gunung Rinjani dan Gunung Agung. Kemudian ada pula penyembelihan kerbau. Ada sesajen berupa jajan sembilan rupa, buah-buahan, dan minuman.
“Lempar-lemparan ketupat itu ditingkahi bunyi kul-kul (kentongan) selama sekitar satu jam. Ketupat itu diperebutkan. Yang belum dilemparkan tak boleh dibawa pulang. Kendati ketupat itu sudah penyok, tetap dipunguti orang.
Perang topat bertujuan untuk mendapatkan berkah dan keselamatan, terutama bagi petani anggota Subak—sistem irigasi pertanian.
Perang topat tak lepas dari legenda. Konon di Lombok Barat dulu ada Kerajaan Medain. Raja Medain punya anak bernama Raden Mas Sumilir yang bergelar Datu Wali Milir. Suatu ketika ia menancapkan tongkatnya di tanah Bayan. Saat tongkat itu ditarik, air pun muncrat, melaju deras. Dalam bahasa Sasak, melaju artinya langser atau lengsar. Desa itu pun lalu diberi nama Lingsar.
Entah bagaimana, Sumilir hilang di situ. Atas musibah itu, seisi istana dan warga sedih. Kesedihan itu berlarut hingga dua tahun. Buntutnya, semua orang melupakan urusan kehidupan. Suatu ketika keponakan Sumilir, Datu Piling, menemukan pamannya itu di lokasi mata air tadi. Dalam pertemuan itu disebutkan, kalau mau menemui Sumilir, hendaklah datang ke mata air itu.
Maka Datu Piling pun memerintahkan pengiringnya untuk menyambut pertemuan itu. Ketupat beserta lauknya dipersiapkan. Pertemuan pun terjadi sekitar pukul 16.00. Setelah itu Raden Mas Sumilir kembali menghilang. Tapi sejak Sumilir menghilang kedua kalinya, warga Lingsar kembali menikmati kemakmuran. Sumber air melimpah, dan siap dipakai mengairi sawah.
“Perang ketupat pun lantas dilestarikan sebagai ungkapan rasa syukur, menandai saat dimulainya menggarap sawah,” kata Subhan.
Sebagai tempat wisata, Pura Lingsar cukup menarik. Dengan jarak tempuh dari Kota Mataram kurang dari setengah jam, kita bisa mengunjungi tempart wisata lainnya di sekitar itu. Naik ke atas ke lembah Gunung Rinjani, kita dapat mengunjungi  Hutan wisata Sesaot dan Suranadi. Jika turun ke selatan kita dapat mengunjungi Pantai Kuta yang tak kalah indahnya dengan Pantai Kuta di Bali.